EKONOMI

Rasio Utang Pemerintah Turun Menjadi 38,6% Terhadap PDB

Jakarta, penapersatuan.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawatirasio utang pemerintah turun menjadi 38,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menyampaikan rasio utang Indonesia pada 2023 saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (30/1).

Bendahara Negara mengatakan rasio utang pemerintah turun menjadi 38,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sebelumnya 39,7 persen pada 2022.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB pada 31 Desember 2023 sebesar 38,59%, dengan nilai utang sebesar Rp 8.144,69 triliun. Rasio nya turun dari posisi pada akhir Desember 2022 sebesar 39,57% meski secara nominal naik karena pada akhir 2022 nilai utang Rp 7.733,99 triliun.

“Turun rasionya menjadi 38,6% dari PDB dari tahun 2022 yang sebesar 39,57% dari PDB. Jadi ini adalah cerita tentang kinerja ekonomi yang positif, konsolidasi fiskal yang kredibel dan efektif, dan pengelolaan fiskal yang hati-hati namun tetap responsif terhadap situasi ekonomi kita,” ucap Sri Mulyani.

Sebagaimana diketahui, rasio utang akhir 2023 masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%.

“Rasio utang pemerintah turun menjadi 38,6 persen PDB,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, realisasi pembiayaan anggaran pada 2023 mencapai Rp 359,5 triliun, turun 39,2 persen dibandingkan 2022.

Sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pulihnya ekonomi nasional, pembiayaan utang pada 2023 dapat diturunkan dari target APBN TA 2023 yang sebesar Rp 696,3 triliun menjadi Rp 407,0 triliun atau turun 41,5 persen dari 2022.

Menurut Menkeu, capaian tersebut bisa terwujud berkat pembiayaan utang yang dilaksanakan secara pruden dengan tetap menjaga keseimbangan antara biaya (cost of fund) dan risiko utang. Sri Mulyani pun yakin risiko fiskal dalam kondisi terkendali.

Selain kinerja pembiayaan utang, terkendalinya risiko fiskal juga tercermin pada keseimbangan primer yang mencatatkan surplus senilai Rp 92,2 triliun.

Capaian itu merupakan yang pertama kalinya sejak 2012. Di samping itu, defisit anggaran juga tercatat jauh lebih rendah, jadi 1,65 persen terhadap PDB dari target defisit 2,84 persen.

“Risiko fiskal terkendali, tercermin dari keseimbangan primer yang mencatatkan surplus disertai strategi pembiayaan yang pruden,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu juga menyatakan kinerja APBN 2023 tetap kuat di tengah penurunan harga komoditas dan kinerja perekonomian global.

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp 2.774,3 triliun atau 112,6 persen dari target APBN, dengan penerimaan perpajakan yang melampaui target sebesar Rp 2.155,4 triliun, tumbuh 5,9 persen.

Kinerja positif tersebut ditopang oleh masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik serta efektivitas reformasi perpajakan yang diluncurkan pada akhir 2021.
“Rasio perpajakan tercatat sebesar 10,2 persen PDB,” Menkeu.

Kinerja PNBP meningkat signifikan mencapai Rp 605,9 triliun, terutama ditopang oleh optimalisasi pengelolaan SDA, peningkatan kinerja BUMN, dan inovasi layanan pada berbagai kementerian/lembaga (K/L).

Di sisi lain, belanja negara terserap optimal sehingga mampu menjaga kinerja perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan dan mendukung agenda pembangunan.

Realisasi penyerapan belanja negara mencapai Rp 3.121,9 triliun atau 102 persen dari pagu APBN, menopang perekonomian dalam menghadapi perlambatan global dan mendukung berbagai agenda pembangunan pemerintah, seperti penurunan stunting, kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, serta proyek strategis nasional (PSN).

(Aji Setiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *