EKSBIS

Membaca Peta Pertarungan Rokok di Indonesia

Penapersatuan.com – Ada banyak jenis rokok yang ada di Indonesia. Awal mula rokok ketika belum masuk era industrislisasi sekarang ini, di Amerika, suku indian memakai cangklong (semacam pipa rokok) dengan tembakau dibakar.  Lain indian , lain Kuba atau Kolombia dengan cerutu (lintingan tembakau yang dibungkus dengan daun tembakau). Lain ladang , lain belalang.Di daratan India dan Hindia Belanda, sebelum kertas (papir- china) diketemukan, penduduk lokal, memakai daun jagung (klobot, sebagai sarana melinting rokok). 

Perkembangan pesat terjadi saat ini industri rokok tidak saja rokok kretek tapi meningkat menjadi rokok filter serta rokok putih. Memang, tembakau bukanlah tanaman indegenous (asli) Indonesia. Sejarah mencatat tembakau masuk ke nusantara dibawa oleh Portugis sekitar awal abad ke-16. Namun, dengan cepat tumbuhan tembakau menyebar di nusantara.

Gandrung tembakau ini pun mewarnai kerajaan-kerajaan Indonesia. Penduduk asli kemudian memulai menanam tanaman “emas hijau” ini atas inisiatif sendiri. Mereka menanam tembakau untuk konsumsi.

Perlahan penduduk asli meracik tembakau ini pun diracik dengan rempah, seperti kemenyan , kayu manis bubuk dan cengkih. Rokok kelobot, atau rokok yang dilinting dengan daun jagung muncul.

Racikan ini pun membuat bangsa Portugal dan Belanda tertarik dengan tembakau nusantara dan rokok kretek yang khas dengan Indonesia.

“Kretek bukan hanya punya sejarah, melainkan – sekali lagi – sejarah itu sendiri,” tulis budayawan Mohammad Sobary dalam penutup buku Divine Kretek, Rokok Sehat.

Awalnya rokok hanya berbungkys daun tembakau, berbalut daun jagung (klobot) menjadi lintingan.Ketika perdagangan kretek menjadi industri rokok filter menjadi pilihan dengan variasi rasa hingga rokok putihan yang membidik pangsa pasar anak muda.

Tembakau dan cengkih Indonesia

Tembakau Indonesia tidak bisa berkembang pesat seperti industri tembakau di negara lain. Regulasi di Indonesia terkesan setengah-setengah. Di satu sisi terus berusaha meraup untung besar dari industri tembakau, di sisi lain tidak berusaha menciptakan aturan yang untuk proteksi industri tembakau Indonesia yang berpotensi besar.

Industri kretek Indonesia dan dominasi perusahaan rokok putih asing.Potensi industri rokok dunia sangat luar biasa. British American Tobbaco memperkirakan industri rokok dunia saat ini bernilai lebih dari USD 690 miliar dari 5,5 triliun batang rokok yang diproduksi tiap tahunnya.

Walau demikian, keuntungan yang besar ini didominasi beberapa perusahaan rokok multinasional dari empat negara saja. Sekitar 69,1 persen pasar rokok dikuasai oleh tiga perusahaan rokok asal Tiongkok, Amerika, dan Inggris.

“Dan Tiongkok saat ini paling banyak menguasai pasar rokok global saat ini,” kata Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng 

China National Tobacco, perusahaan rokok raksasa asal Tiongkok, kini menguasai sekitar 43,2 persen pasar rokok global. Berdasarakan Tobacco Atlas, pendapatan kotor China Tobbaco tahun 2012 mencapai USD95,2 miliar.

Posisi kedua diisi oleh Philip Morris International yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, dengan menguasai 17,4 persen pasar global. Mereka menikmati pendapatan kotor dari rokok sebesar USD 67,7 miliar.

Sementara itu British American Tobacco yang membayangi Philip Morris International dengan menguasai 11,6 persen pasar global, dengan pendapatan kotor USD 58,1 miliar.

Upaya memperebutkan pasar rokok semakin keras karena besarnya potensi yang ada. Industri rokok asing yang mapan pun terus berusaha menguasai pasar di negara lain. Negara maju yang telah lama membangun industri rokok berusaha masuk dengan mengakuisisi perusahaan lokal. Industri rokok lokal juga terkena dampak pertarungan perusahaan rokok besar yang berusaha mengusai pasar yang lebih besar.

Bahkan negara-negara berkepentingan berusaha menggunakan perangkat aturan International untuk mempengaruhi industri rokok dan perkebunan tembakau lokal.  Salah satunya itu dengan menggunakan FCTC (Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO). 

Yang paling merasakan dampak dari regulasi ini adalah industri rokok nasional. Perlahan pasar lokal yang mulai didominasi rokok putih asing menyebababkan banyak pabrik rokok lokal gulung tikar.

 Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) secara beruntun dalam tiga tahun belakangan ini berdampak ke industri hasil tembakau (IHT) legal di tanah air.

Menurut Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, saat ini IHT legal dalam proses penyesuaian akibat kenaikan tarif cukai rokok yang eksesif selama tiga tahun berturut-turut. Apabila digabung, kenaikan rata-rata tertimbangnya selama tiga tahun itu mencapai 48 persen.

Bahkan, untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I, kenaikannya mencapai 56,5 persen. Sementara, di saat bersamaan, pelaku IHT legal juga harus menghadapi pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi yang melambat. Itu berdampak menurunkan daya beli. Karenanya muncullah kembali industri rokok lintingan (tembakau eceran, dengan meramu sendiri). “Dengan dilinting, jadi lebih irit, cukup 15.000 bisa untuk seminggu.

Rokok atau sigaret adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau kering yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lainnya.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam saku. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memeringatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung (walaupun pada kenyataannya pesan tersebut sering diabaikan).

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba mengisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. 

Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turkiye dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.

Menurut riset, 51,1% rakyat Indonesia adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam 0,06% dan Kamboja 1,15%. 

Pada tahun 2013 pernah ada penelitian, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30 hingga 34 tahun. Bagusnya hanya 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun tentunya perokok pasif akan lebih banyak.

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek buruk bagi kelahiran, dan emfisema.

Rokok dapat membuat pecandunya menderita beragam penyakit Berdasarkan buku yang dituliskan oleh Teddie Sukmana, A.md berjudul Mengenal Rokok dan Bahayanya (2019), rokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan, batuk kering, hingga nyeri pada paru-paru. Selain itu, rokok juga dapat menyebabkan sakit paru-paru, serangan jantung, stroke, kanker, impotensi, dan gangguan kehamilan.

 Sudah menjadi pemahaman umum bahwa rokok adalah salah satu penyebab utama kanker, terutama kanker paru-paru. Salah satu penyebabnya adalah karena pembakaran rokok menghasilkan TAR. TAR adalah zat beracun yang dihasilkan dari berbagai macam pembakaran tidak sempurna, seperti pembakaran sampah, makanan seperti sate atau daging barbeku, dan pembakaran tembakau.

Penelitian pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa ibu perokok aktif memiliki bayi yang paling ringan dan pendek dibandingkan ibu perokok pasif, apalagi jika dibandingkan dengan ibu bukan perokok dengan keluarga yang tidak merokok. Selain sebagai perokok pasif, bayi dan balita memiliki risiko terkena paparan Third-hand Smoke (THS) atau paparan tangan ketiga. THS adalah residu dari asap rokok yang menetap pada debu dan permukaan tubuh atau benda-benda lain setelah rokok dimatikan. 

Merujuk keterangan resmi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa dari sisi produksi dan penerimaan …..446 T dari bea cukai tembakau selama 2 Thn.

Dalam enam tahun belakangan jumlah pabrik rokok turun hingga 81,6 persen. Berdasarkan data yang dimiliki Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Jumlah pabrik rokok lokal pada tahun tinggal 600 pabrik, padahal 10 tahun yang lalu mencapai 3000 lebih pabrik.

Kretek sebagai rokok khas Indonesia yang paling merasakan dampaknya. Walaupun volume penjualan rokok dua tahun terakhir relatif tidak berubah, volume penjualan kretek justru beralih ke rokok putih.

Volume penjualan rokok segmen kretek mengalami penurunan yang cukup signifikan dimana volume penjualan turun sebesar 12 miliar batang sedangkan rokok jenis lain justru meningkat 15,5 persen untuk rokok filter baik sistem kerajinan tangan (manual, tradisional) maupun sistem kerja mesin (SKM).

Rokok  kretek memang kaya khas budaya. Tradisi racikan khas rempah dari masing-masing pabrik rokok adalah ramuan perpaduan rempah yang menghasilkan aneka rupa khas tersendiri dari  masing-masing rokok (keunggulan derivatif product).

Harus dilindungi dan diupayakan menjadi komoditas unggulan. Karena selain industri kretek itu padat karya ada nilai warisan budaya di dalamnya. 

Rokok Indonesia juga sulit memasuki pasar negara maju yang telah dikuasai oleh perusahaan besar. Akibatnya beberapa pengusaha Rokok Besar Indonesia satu persatu diakuisisi oleh perusahaan besar Rokok Internasional, salah satunya PT Sampoerna telah dimiliki oleh Philip Morris Marlboro pada awal 2023.

Beberapa provinsi di Indonesia berturut dari Jatim dan Jawa Tengah saja mampu menyumbang pendapatan negara sampai 209 T.

Potensi besar dari “emas hijau” ini kemudian dilirik oleh perusahaan farmasi, terutama di Amerika Serikat. Akhirnya, perang nikotin antara industri farmasi dan industri rokok tidak dapat dihindari. Keuntungan potensial yang selama ini dikuasai industri rokok kemudian justru memunculkan kampanye negatif seputar rokok.

Beberapa kelompok medis menyerang industri rokok dengan kampanyekan bahaya rokok dan produk tembakau. Salah satu kampanye yang paling mengena dan banyak dipakai adalah nikotin dalam rokok menyebabkan kecanduan bagi yang konsumennya. Walau demikian, perusahaan farmasi justru membuat beragam produk mengandung nikotin, seperti permen karet dan koyo.

Perusahaan farmasi dunia mencoba membujuk perokok untuk menggunakan produk mereka untuk melepaskan ketergantungan terhadap rokok. Namun tidak berhasil. Beragam bentuk untuk memberangus tembakau pun dilakukan, namun gagal.

Faktanya justru di beberapa negara luar malah memilih produk yang jauh lebih berbahaya untuk komoditas pengganti tembakau seperti legalisasi ganja di Thailand dan Kecubung di Kuba serta Kolombia.

Berapa sih potensi Rokok terhadap APBN? Seandainya, sehari saja semua pabrik rokok menyumbang cukai tembakau 1 Trilyun perhari, maka dalam setahun, 365 Trilyun, pendapatan negara akan terisi dari cukai tembakau saja.

Aji Setiawan; pengamat dan analis industri alumnus Teknik Manajemen Industri UII Jogjakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *