NASIONAL

Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Pencegahan Stunting dari Hulu di Jogoroto Jombang

Jombang, penapersatuan-com – Capai 5.000 Kasus Stunting di Kabupaten Jombang, Pemerintah Gencar Lakukan Percepatan Penurunan
Kurangnya asupan gizi pada bayi khususnya pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) membuat dampak yang sangat buruk bagi kesehatan bayi, yaitu stunting. Pola asuh dan praktik pemberian makan yang keliru, penyakit dan infeksi, serta kesehatan dan kebersihan lingkungan yang buruk juga termasuk faktor penyebab anak menjadi stunting.

Sam’ani Kurniawan selaku Perwakilan Anggota DPR RI Komisi IX mengatakan bahwa stunting adalah permasalahan yang sangat serius di Indonesia dan harus segera diatasi.

“Angka stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada tahun 2022, sebuah angka tertinggi kedua di ASEAN setelah Timor Leste,” kata Sam’ani pada acara Sosialisasi Dan KIE Program Bangga Kencana Pencegahan Stunting Dari Hulu Dalam Rangka Penguatan Peran Serta Mitra Kerja Dan Stakeholder Dalam Implementasi Kegiatan Prioritas Pembangunan Keluarga yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) di Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur, Ahad (04/02/2024).

Sam’ani menjelaskan, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Presiden menargetkan penurunan stunting pada tahun 2024 menjadi 14%.

“Selain pemerintah, masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam mendukung percepatan penurunan stunting,” ujar Sam’ani.

Ia berharap agar seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur dapat mengikuti segala kebijakan dan fasilitas kesehatan yang sudah disediakan oleh pemerintahan setempat. Pemenuhan asupan gizi pada anak dan ibu hamil harus dipatuhi untuk menekan angka stunting di Indonesia.
Tokoh masyarakat Kecamatan Jogoroto Angga Eka Wijaya mengatakan permasalahan stunting adalah masalah kesehatan utama yang sedang dihadapi di Indonesia. Tak jarang juga dirinya melihat anak kecil yang termasuk kondisi stunting.

“Sering kali saya melihat anak kecil yang masuk dalam kategori stunting tidak bisa bermain karena terlalu lemas,” ungkapnya.

Angga sangat bersyukur dengan dilaksanakannya kegiatan sosialisasi tersebut, dan ia juga berharap kepada seluruh masyarakat, khususnya para orang tua agar bisa lebih mengerti dan memahami pentingnya mmeiliki pola asuh yang baik dan pemenuhan gizi bagi bayi dan ibu hamil, serta tidak terburu-buru menikahi anaknya yang masih dibawah 20 tahun.

Taufik Daryanto, S.Psi, M.Sc selaku Ketua Tim Kerja KIE BKKBN Provinsi Jawa Timur memaparkan, Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana) berfokus untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Salah satu fokus dari Program Bangga Kencana, yaitu penurunan stunting yang juga menjadi program strategis nasional yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI).

Menurutnya, keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pembentukan dan pengembangan karakter manusia Indonesia yang positif.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan pemanfaatan bonus demografi yang berkualitas, maka sosialisasi pencegahan stunting menjadi penting dan harus dipahami oleh setiap keluarga.

“Kasus pernikahan, hubungan seksual diluar nikah, hingga kasus hamil yang dialami oleh anak usia dini akan menempatkan anak yang dilahirkan beresiko pada keterlantaran, kekerasan, infeksi penyakit menular, dan komplikasi pada saat melahirkan,” sebut Taufik.

Pravelensi atau angka kejadian pernikahan anak lebih banyak terjadi di pedesaan dengan angka 27,1% dibandingkan dengan di perkotaan 17,1%. Namun ini hanyalah angka, tidak mencerminkan pravelensi sesungguhnya, karena banyak perkawinan disamarkan sebagai perkawinan anak di atas usia 16 tahun.

“Oleh karena itu diharapkan para orang tua perlu mengawasi anaknya ketika berumur remaja, berikan nasihat agar tidak mendekati hal-hal yang akan membuat dirinya terjerumus dalam keadaan tersebut,” harap Taufik.

Sementara itu, Endang Herminiati, M.Si selaku OPDKB Kabupaten Jombang menerangkan sejak tahun 2021 hingga tahun 2023, kasus stunting di Jombang mencapai diatas angka 5.000 kasus.

Pada tahun 2021 terdapat sekitar 5.778 kasus stunting, sedangkan di tahun 2022 ada 5.005 kasus, dan di tahun 2023 terdapat 5.113 kasus stunting.

“Secara presentase terjadi penurunan dari tahun 2021 ke 2022, meski naik pada tahun 2023 tapi percepatan penurunan stunting akan terus dilakukan pada tahun 2024,” terang Endang.

Ia menjelaskan, pencegahan stunting perlu dilakukan ketika perempuan berusia remaja. Pemberian tablet tambah darah ketika sedang menstruasi menjadi kunci agar perempuan tidak mengalami anemia.

“Selain itu, penting bagi remaja perempuan mendapatkan edukasi tentang merawat kesehatannya, menjaga pola hidup dan pola makan, agar tetap sehat dan siap menikah ketika usianya sudah matang di atas 20 tahun,” jelasnya.

(AW/Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *