KPU Diminta Klarifikasi Data, Karena Ditemukan 52 Juta Data Aneh dalam Daftar Pemilih Sementara
Jakarta, penapersatuan.com – 14 Juni 2023. Sekelompok warga negara yang menamakan diri Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil berkirim surat ke KPU RI untuk minta penjelasan dan klarifikasi atas temuan 52 juta data aneh dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilu 2024. Dendi Susianto, juru bicara Perkumpulan menyatakan pihaknya telah meneliti data DPS yang berjumlah total 205.768.061 data pemilih sementara dan menemukan 25,3 persen data aneh.
“Setelah meneliti data DPS kami menemukan 52.048.328 atau 25.3 persen data janggal. Data janggal tersebut yaitu pemilih berumur lebih dari 100 tahun, pemilih berumur kurang dari 12 tahun, pemilih memiliki identitas yang sama, pemilih memiliki RT 0, pemilih memiliki RW 0, pemilih memiliki RT dan RW 0”, kata Dendi
Berikut ini data pemilih aneh yang ditemukan Perkumpulan Warga Untuk Pemilu Jurdil:
Umur di bawah 12 th: 35.785
Umur di atas 100 th: 13.606
Nama kurang dari 2 huruf: 14.000
Nama mengandung tanda tanya: 35
RW-nya 0: 13.344.569
RW-nya 0: 616.874
RT dan RW-nya 0: 35.905.638
Identitas sama (nama, KPU ID, RT, RW, TPS semua sama): 2.120.135.
Dendi Susianto juga menjelaskan bahwa data DPS yang dikeluarkan KPI amatlah minim informasi. Data DPS hanya memuat nama, umur, desa, RT, RW. Data yang dikeluarkan tidak secara jelas menginformasikan nomor identitas penduduk, tanggal lahir, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Dengan data yang demikian minim informasi tersebut amat mustahil bagi orang normal dari kalangan warga negara, partai peserta Pemilu, maupun lembaga pemantau pemilu untuk ikut membantu KPU memverifikasi DPS sebagaimana yang diamanatkan UU Pemilu.
Dendi Susianto menyayangkan KPU yang tidak mengeluarkan data secara jelas sehingga menghambat hak warga negara untuk ikut memantau Pemilu 2024 agar jujur dan adil. Dendi membandingkan dengan kebijakan KPU pada Pemilu tahun 2004 yang lebih transparan. “Pada Pemilu 2004 KPU mengeluarkan data pemilih secara jelas sampai dengan NIK sehingga lembaga pemantau pemilu seperti LP3ES dulu bisa melakukan audit DPS untuk membantu verifikasi data pemilih. Saya dulu ikut mengaudit data Pemilih bersama LP3ES pada tahun 2004 karena data DPS dibuka secara transparan”, ujarnya. Dendi mengkhawatirkan jika DPS aneh itu tidak dikoreksi dapat membuka peluang disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab untuk berbuat curang.
Dulu LP3ES melakukan audit data Pemilih dengan mencocokkan DPS kepada warga pemilih secara langsung, dan juga melakukan pengecekan warga pemilih kepada DPS. Audit DPS yang dilakukan pada saat Pilpres langsung pertama kali tersebut berkontribusi besar pada koreksi atas DPS sebelum menjadi DPT. “Jika KPU pada Pemilu 2004 bisa membuka DPS secara lengkap sehingga publik bisa melakukan pengecekan, kenapa KPU sekarang tidak bisa melakukannya?
Dendi menghimbau agar KPU sebaiknya membuka data lengkap sehingga tidak menimbulkan keraguan publik”, pungkas Dendi. Perkumpulan Warga Negara untuk Pemilu Jurdil berharap KPU mau membuka data DPS secara transparan sehingga semua pihak dapat ikut mengawal sehingga Pemilu 2024 dapat berjalan dengan jujur dan adil.
(Diel/Rls)