Etika dalam Berdemokrasi Merupakan Bagian Penting Guna Hindari Konflik dan Perpecahan di Ruang Digital
Jakarta, penapersatuan.com – Indonesia merupakan negara demokrasi yang memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk mengeluarkan pendapat.
Majunya teknologi saat ini memudahkan masyarakat untuk mengeluarkan pendapatnya di ruang digital. Cepatnya arus informasi di ruang digital, membuat etika berpendapat dan berdemokrasi di ruang digital menjadi penting untuk dilakukan untuk menghindari benturan atau konflik.
Natalia Lisa Maringka, S.H selaku Pegiat Media Digital Manado mengatakan bahwa dalam kondisi ideal, internet mendorong aspirasi masyarakat tersampaikan melalui berbagai saluran komunikasi pemerintahan, sehingga tercipta kebijakan dan regulasi publik.
“Demokrasi di ruang digital berarti bebas mengkritik kebijakan pemerintahan atau pemimpin dalam koridor tertentu yang dibatasi undang-undang, serta penyampaian aspirasi di ruang digital dengan tujuan agar didengar pemerintah atau pemimpin yang berkuasa,” kata Natalia.
Internet memudahkan masyarakat untuk menerima dan menyampaikan pendapat. Dengan internet semua orang bisa mengakses dan menyebarkan informasi atau pendapat tanpa memandang latar belakang yang berbeda-beda.
Menurut Natalia, fenomena tersebut membuat para pengguna internet, khususnya bagi yang ingin menyampaikan pendapat harus mengedepankan etika, menjunjung tinggi dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, kebebasan berekspresi, keterbukaan dan kejujuran serta hak individu dalam berdiskusi/berpendapat dalam ruang digital karena sangat penting agar menghindari benturan atau konflik.
“Dalam mengemukakan pendapat dan berdemokrasi sebaiknya terlebih dahulu diawali dengan salam atau kalimat pembuka yang yang santun,” ujar Natalia selaku narasumber pada Webinar Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (DJIKP) Kemkominfo RI mengusung tema ‘Etika Berpendapat dan Berdemokrasi di Ruang Digital’ secara virtual, Jakarta, Senin (12/06/2023).
Ia melanjutkan, dalam berpendapat dan berdemokrasi kita harus pahami bahwa pendapat adalah tawaran. Jadi, jangan memaksakan orang lain untuk setuju dengan pendapat atau gagasan yang kita utarakan.
“Selain itu, dalam menyampaikannya kita harus dengan bahasa yang sopan dan mudah dimengerti. Dan pastikan bahwa kita menyadari kapasitas diri kita untuk mengutarakan pendapat yang kita pahami dan punya referensi yang cukup,” lanjutnya kembali.
Sementara itu, Dosen Universitas Panca Sakti Bekasi, Muharam Yamlean, S.Pd., M.Pd memaparkan, etika berpendapat dan berdemokrasi di ruang digital merupakan isu yang sangat relevan dalam era informasi saat ini.
“Di ruang digital, seperti media sosial dan platform online lainnya, individu memiliki kebebasan untuk berpendapat dan menyampaikan opini mereka kepada khalayak yang lebih luas,” papar Muharam.
Dalam ruang digital, terdapat berbagai macam pandangan dan pendapat yang berbeda. Menurut Muharam, penting untuk menghormati perbedaan dan menghindari sikap yang merendahkan atau mencela orang lain karena pandangan mereka.
“Penting untuk mengelolanya dengan bijaksana dan konstruktif. Jangan terjebak dalam spiral kebencian atau adu argumen yang tidak produktif,” tegas Muharam.
Dosen Universitas Panca Sakti Bekasi melanjutkan, menghormati hak individu untuk memiliki pendapat yang berbeda adalah bagian integral dari kebebasan berbicara dan mendengar.
Ini membantu membangun lingkungan digital yang inklusif, beragam, dan mempromosikan pertukaran gagasan yang sehat dan konstruktif.
“Perlunya etika berpendapat di ruang digital, jika melanggar maka akan terjerat sanksi sosial atau sanksi hukum, yaitu UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” jelasnya.
Sementara itu narasumber selanjutnya, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M selaku Anggota Komisi I DPR RI menyampaikan bahwa sebelumnya Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduk yang sopan dan budaya tata krama yang baik.
“Namun belakangan ini kita kaget dengan pernyataan Microsoft melalui hasil analisanya bahwa Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan netizen paling tidak sopan di dunia” kata Hillary.
Banyak orang yang menganggap bahwa berdemokrasi sama dengan berbicara secara keras. Hillary mengatakan, menjadi sangat disayangkan ketika kita berpendapat namun tidak disampaikan dengan baik.
“Misalnya pendapat yang disampaikan teriak-teriak, ini bukanlah cerminan yang baik dan bukan termasuk cara yang bijak dalam mengemukakan pendapat,”sebut Hillary.
Parahnya pendapat yang dikeluarkan lebih menjurus pada ujaran kebencian, tanpa meningkatkan kualitas argumen dan substansi pembahasan. Pendapat seperti itu tidak termasuk dalam kritik yang membangun dan memunculkan perubahan.
“Kebebasan berpendapat di ruang digital memang dilindungi oleh Undang-Undang, tapi kebebasan tersebut tetap memiliki batas dan harus dalam koridor pada norma hukum yang berlaku,” ujar Anggota Komisi I DPR RI.
Dalam akhir pemaparannya, Hillary menghimbau agar masyarakat dapat mengemukakan pendapat dengan penuh tanggung jawab agar menghindarkan dari perpecahan antar masyarakat di ruang digital.
(Fadiel)