Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Mempengaruhi Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Jakarta, penapersatuan.com – Saat ini, sebagian besar warga masyarakat Indonesia memberikan perhatian terhadap isu bahwa Pemilu 2024 diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) secara proporsional tertutup.
Berita ini bermula dari pernyataan pakar hukum Denny Indrayana, yang mengklaim mendapatkan informasi bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK disebut bakal menyetujui gugatan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) atau lebih spesifik mengenai sistem proporsional tertutup, seperti dikutip dari Tempo.co.
Faktanya, Sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini sudah pernah dipraktikan dalam Pemilu Indonesia pada tahun 1955 dan di era Orde Baru sejak Pemilu 1971 s.d Pemilu 1997 (26 tahun).
Dalam praktiknya, Pemilu Proporsional Tertutup adalah setiap pemilih hanya memilih/mencoblos Tanda Gambar Partai Peserta Pemilu. Lantas bagaimana sistem proporsional tertutup mempengaruhi keterwakilan perempuan di parlemen? Sistem proporsional tertutup tentu akan memberikan dampak pada keterwakilan perempuan di parlemen karena membatasi partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.
Dalam sistem ini, partai politik menentukan daftar calon anggota legislatif tanpa melibatkan partisipasi langsung masyarakat. Akibatnya, kesempatan perempuan untuk maju sebagai calon anggota legislatif dapat terbatas karena partai politik cenderung memilih calon yang sudah dikenal atau memiliki dukungan kuat dari kelompok tertentu.
Sistem proporsional tertutup dapat memiliki dampak yang kompleks terhadap keterwakilan perempuan di parlemen. Pada dasarnya, sistem ini dapat memberikan kesempatan bagi partai politik untuk mempromosikan keterwakilan perempuan dengan cara menempatkan mereka dalam urutan teratas daftar calon.
Namun, berikut ini adalah beberapa cara di mana sistem proporsional tertutup dapat mempengaruhi keterwakilan perempuan di parlemen:
- Kontrol Partai Politik: Dalam sistem perwakilan proporsional tertutup, partai politik memiliki kekuasaan penuh dalam menentukan daftar calon dan urutan mereka. Dalam hal ini, pengaruh partai politik terhadap keterwakilan perempuan sangat besar, karena keputusan mereka didasarkan pada pertimbangan strategis, popularitas, dan loyalitas partai, bukan pada aspek keterwakilan gender. Jika partai politik tidak memberikan perhatian yang cukup dalam meningkatkan keterwakilan perempuan, maka perempuan mungkin tidak akan mendapatkan proporsi yang sesuai dalam daftar calon.
- Stereotipe dan Bias Gender: Dalam Sistem proporsional tertutup memiliki kecenderungan untuk mempertahankan status quo dan melindungi posisi kandidat yang sudah memiliki popularitas atau jaringan yang kuat dalam partai politik. Stereotip dan bias gender yang masih ada dalam politik dapat menyebabkan rendahnya pemilihan perempuan dan penempatan mereka dalam posisi yang lebih rendah dalam daftar calon. Keterbatasan akses dan dukungan yang diberikan kepada perempuan di dalam partai politik juga dapat menjadi hambatan dalam mencapai keterwakilan yang adil.
- Kultur Politik Partai Politik: Kultur dan struktur internal partai politik juga memiliki peran yang signifikan dalam keterwakilan perempuan. Jika partai politik memiliki budaya yang mendukung kesetaraan gender dan memiliki mekanisme yang memfasilitasi perekrutan dan pencalonan lebih banyak perempuan, maka sistem proporsional tertutup tidak akan secara langsung menghambat keterwakilan perempuan. Namun, jika partai politik tidak memberikan prioritas pada kesetaraan gender atau tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi perempuan, maka sistem ini dapat menjadi penghalang bagi perempuan untuk mencapai posisi yang signifikan dalam daftar calon.
- Aksesibilitas Politik: Aksesibilitas terhadap arena politik juga memainkan peran penting dalam keterwakilan perempuan. Faktor seperti pendidikan, keuangan, dukungan keluarga, dan infrastruktur politik yang ramah terhadap perempuan dapat mempengaruhi partisipasi mereka dalam politik dan peluang mereka untuk terpilih.
Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen dalam sistem proporsional tertutup, diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif.
Partai politik harus mengadopsi langkah-langkah seperti pengaturan kuota perempuan, pelatihan dan pemberdayaan perempuan dalam politik, serta menghilangkan bias dan stereotipe gender dalam seleksi calon. Dengan pendekatan yang komprehensif, sistem proporsional tertutup dapat berperan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa dampak sistem proporsional tertutup terhadap keterwakilan perempuan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti peraturan, kebijakan affirmative action, dukungan partai politik, kesadaran, dan partisipasi masyarakat. Semua faktor ini juga berperan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan advokasi dan perjuangan untuk mendorong keterwakilan perempuan, tidak peduli sistem pemilihan yang digunakan.
Apakah sistem proporsional tertutup memberi peluang yang besar untuk perempuan di parlemen?
Tidak, sistem pemilu proporsional tertutup tidak memberikan peluang yang besar bagi perempuan di parlemen. Dalam sistem ini, partai politik memiliki kendali penuh dalam menentukan daftar calon anggota legislatif tanpa melibatkan partisipasi langsung dari masyarakat.
Hal ini dapat mengurangi kesempatan perempuan untuk maju sebagai calon anggota legislatif karena partai politik cenderung memilih calon yang sudah memiliki ketenaran atau dukungan yang kuat dari kelompok tertentu.
Sebaliknya, sistem pemilu proporsional terbuka dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi perempuan untuk maju sebagai calon anggota legislatif karena masyarakat dapat memilih langsung calon yang diusung oleh partai politik. Oleh karena itu, sistem pemilu proporsional terbuka dan kebijakan afirmatif perempuan di parlemen dapat menjadi alternatif yang lebih baik untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.
(Red/Rls)