Puncak Haul Sapuro Pekalongan di Gelar Hari Ini
Pekalongan, penapersatuan.com – Haul ke 97 Al-Imam Al-Alamah Al-Quthub Al-Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Al-Atthas, Insya Allah telah dimulai dengan Rauhah pada Hari & Tanggal : Senin, 6 Maret 2023
Waktu : Pukul 17.00 WIB s.d selesai. Tempat : Masjid Roudhoh Jl. H.A Salim Pekalongan. Khodimul Haul : Al-Habib Abdullah Baqir bin Ahmad bin Thalib Al Atthas sekaligus ziarah ke makam dan pembacaan doa Dalailul Khairaat. Tampak Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf (Ketua DPP Rabithah Alawiyah didampingi Habib Bagir al Athas, para Habaib baik dari Indonesia dan tamu mancanegara mengikuti proses ziarah haul dengan khusyu dan penuh hidmat.
Sementara Haul ke 97 Al-Imam Al-Quthub Al-Habib Achmad bin Abdullah bin Tholib Al-Atthas digelar pada Selasa ini, 7 Maret 2023 waktu : Pukul 08.00 WIB s.d selesai.Tempat : Di Maqbarah Sapuro, Kel. Sapuro-Kebulen, Kec. Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Khodimul Haul : Al-Habib Abdullah Baqir bin Ahmad bin Thalib Al-Atthas.
Manakib Shohibul Haul Kota Pekalongan di pertengahan bulan Syakban adalah agenda rutin yang sudah digelar puluhan sejak tahun yang lalu. Pada puncak acara khaul, yang berlangsung setiap tanggal 14 Sya’ban, dibacakan manakib atau riwayat hidup Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas oleh Habib Bagir al Althas (Khadimul Haul).
Ia dilahirkan di kota Hajren, Hadramaut, Yaman, pada 1255 Hijriah atau 1836 Masehi. Setelah menguasai Alquran dan mendalami dasar-dasar ilmu agama, ia melanjutkan menuntut ilmu kepada para pakar dan ulama terkenal lainnya.
Kemudian, ia menimba ilmu yang lebih banyak lagi di Mekkah dan Madinah. Sekalipun mendapatkan tempaan ilmu dari berbagai ulama terkenal di kedua Kota Suci itu, namun guru yang paling utama dan paling besar pengaruh didikan dan asuhannya atas pribadi Habib Ahmad, adalah Assayid Ahmad Zaini Dahlan.
Yang belakangan ini, adalah seorang pakar ulama di Mekkah yang memiliki banyak murid dan santrinya. Baik dari Mekah sendiri maupun negara-negara Islam lainnya. Termasuk para tokoh ulama dan kiai dari Indonesia, seperti Hadrotul Fadhil Mbah KH Kholil Bangkalan, Madura, dan Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari, Jombang, Jatim, pendiri NU dan kakek dari Presiden Abdurrahman Wahid. Di samping KH Murtadha, tokoh ulama Betawi akhir abad ke-19.
Di antara murid atau orang seangkatan Ahmad Zaini Dahlan di Mekkah adalah Imam Nawawi Al-Bantani, seorang pemukiman Indonesia di Arab Saudi, pengarang kitab-kitab kuning. Di antaranya Tafsir Munir, yang bukan saja dijadikan acuan oleh ahli tafsir di Indonesia, tapi juga di hampir semua dunia Islam.
Setelah usai dan lulus menempuh pendidikan dan latihan, terutama latihan kerohanian secara mendalam, Habib Ahmad oleh guru besarnya itu ditugaskan untuk berdakwah dan mengajar di Mekkah. Di kota kelahiran Nabi ini, ia dicintai dan dihormati segala lapisan masyarakat, karena berusaha meneladani kehidupan Rasulullah.
Setelah tujuh tahun mengajar di Mekkah, ia kemudian kembali ke Hadramaut. Setelah tinggal beberapa lama di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah ke Indonesia. Pada masa itu, sedang banyak-banyaknya para imigran dari Hadramaut ke Indonesia, di samping untuk berdagang juga menyebarkan agama.
Setibanya di Indonesia, ia kemudian ke Pekalongan. Melihat keadaan kota itu yang dinilainya masih membutuhkan dukungan pensyiaran Islam, maka tergeraklah hatinya untuk menetap di kota tersebut. Saat pertama menginjakkan kakinya di kota ini, ia melaksanakan tugas sebagai imam Masjid Wakaf yang terletak di Kampung Arab (kini Jl Surabaya). Kemudian ia membangun dan memperluas masjid tersebut.

Di samping menjadi imam, di masjid ini Habib Ahmad mengajar membaca Alquran dan kitab-kitab Islami, serta memakmurkan masjid dengan bacaan Diba’i, Barjanzi, wirid dan hizib di waktu-waktu tertentu, sehingga semakin marak jama’ah Masjid Wakaf sejak kehadiran Habib Ahmad.
Beliau juga dikenal sebagai hafidh (penghapal Alquran). Ilmu Habib Ahmad memang sangat luas, namun ilmu itu bukan sekedar dikuasai dan tidak diamalkan.
Selain diamalkan, Habib Ahmad tidak pernah menyombongkan ilmunya, melainkan selalu tampil dengan rendah hati, suka bergaul, jujur, sabar, istiqomah dan disiplin dalam menjalankan agama.
Melihat suasana pendidikan agama waktu itu yang sangat sederhana, maka Habib Ahmad tergerak untuk mendirikan Madrasah Salafiyah, yang letaknya berseberangan dengan Masjid Wakaf. Begitu pesatnya kemajuan Madrasah Salafiyah waktu itu, hingga banyak menghasilkan ulama-ulama.
Madrasah ini, yang didirikan lebih sekitar satu abad lalu, menurut Habib Abdullah Bagir, merupakan perintis sekolah-sekolah Islam modern, yang kemudian berkembang di kota-kota lain.
Menurut sejumlah orang tua di kota Pekalongan, berdasarkan penuturan ayah atau mereka yang hidup pada masa Habib Ahmad, habib ini selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu), suka bergaul, dan marah bila dikultuskan.
Kendati demikian, kata cicitnya Habib Abdullah Bagir, Beliau tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum dari Allah atau melihat orang yang meremehkan soal agama, seperti menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Menurut Habib Bagir, kakeknya ibarat Khalifah Umar bin Khatab, yang tegas-tegas menentang setiap melihat kemungkaran, tidak peduli yang melakukannya itu orang awam atau pejabat tinggi.
Sebagai contoh disebutkan, para wanita tidak akan berani lalu lalang di depan kediamannya tanpa mengenakan kerudung atau tutup kepala. Tidak peduli wanita Muslim, maupun wanita Cina dan Belanda, menggunakan tutup kepala bila lewat di tempat kediamannya.
Pernah seorang isteri residen Pekalongan, dimarahi karena berpapasan dengannya tanpa menggunakan tutup kepala. Cerita-cerita yang berhubungan dengan tindakan Habib Ahmad ini sudah begitu tersebar luas di tengah masyarakat Pekalongan.
Bahkan, setiap perayaan yang menggunakan bunyi-bunyian seperti drumband, mulai perempatan selatan sampai perempatan utara Jl KH Agus Salim, tidak dibunyikan karena akan melewati rumahnya. Ia juga sangat keras terhadap perjudian dan perzinahan, sehingga hampir tidak ada yang berani melakukannya di kota ini, saat beliau masih hidup.
Keberaniannya dalam menindak yang munkar itu, rupanya diketahui oleh sejumlah sahabatnya di Hadramaut.
”Saya heran dengan Ahmad bin Thalib Alatas yang dapat menjalankan syariat Islam di negeri asing, negeri jajahan lagi,” kata Habib Ahmad bin Hasan Alatas, seorang ulama dari Hadramaut.
Sikap inilah yang membuatnya menjadi tokoh yang diperhitungkan. Sebaliknya, beliau menangis bila mengingat bahwa kelak kita akan menjadi penghuni kubur. Sebab umur kita pendek, dan hidup di dunia ini lebih banyak tipuan.
Beliau juga dikenal sebagai orang yang luas ilmunya, sehingga menguasai permasalahan yang ada di masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, beliau sangat sopan dan dicintai banyak orang. Beliau memberikan teladan, sangat kuat amalannya, baik yang wajib maupun yang sunah.
Beliau meninggal pada malam Ahad tanggal 25 Rajab, tahun 1347 Hijriyah (6 Januari 1929) dan dimakamkan di Sapuro, Kota Pekalongan. Saat ini pemegang Khadimul Haul Pekalongan adalah Habib Bagir al Athas.
Selepas itu ada pembicara ternama menyampaikan ceramah, diantaranya Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf (Pasuruan) yang menyampaikan tentang pentingnya memelihara hati dari godaan maksiat dengan ingat Akhirat. “Di dalam tubuh ini ada segumpal darah (hati), bila hati nya baik, maka seluruh jasad juga akan baik,” buka Habib Taufiq.
Selain mengingatkan dan anjuran untuk mengikuti salafuna soleh perjalanan hidup dari peringatan Haul ini sebagai persiapan untuk memasuki bulan Ramadan. “Jaga niat dan persiapkan sebaik-baiknya sebagai bekal untuk masa mendatang,” jelas Habib Taufiq.
Selepas itu Habib Naquib Bin Syekh Abu Bakar bin Salim (Rawalumbu,Bekasi) dan ditutup dengan tali ulama dzikir oleh Habib Ahmad bin Abdullah Alaydrus dari Malang Jawa Timur.
Adapun menghidupkan malam nisfu syakban dan pembacaan doa Nisfu Syakban Masjid Wakaf, Jl. Surabaya, Pekalongan.Hari & Tanggal : Selasa, 7 Maret 2023.Waktu : Pukul 17.00 WIB s.d selesai. Acara di Masjid Wakaf bisa berlangsung sampai Dini hari. Biasanya para jamnah kemudian melanjutkan perjalanan ke Haul Tegal di (Gubah Hadad).
(Aji Setiawan)