DAERAH

Tawasulan dari Maghrib-Isya dan Manakiban Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Purbalingga, penapersatuan.com – Ba’da sholat Maghrib, Sabtu (5/11) suasana mengisi waktu Isya diisi dengan acara tawasulan dan doa bersama di Masjid Al Hidayah yang dipimpin Ustadz Syukron Makmun.

Kebenaran, hari tanggal 10 Rabiul Akhir 1444 H. Pembacaan manakib Syekh Abdul Qadir al Jilani berlangsung di setiap musholla yang ada di tiap RT di desa Cipawon, Kec Bukateja yang diikuti jamaah masing-masing mushola dan masjid dengan dipimpin oleh tokoh masing-masing mushola.

Di dusun Kembaran, desa Cipawon ada 13 Mushola dan 3 Masjid, memang cuaca rembulan separuh terasa cukup membuat jamaah segera masuk ke mushola dan segera memulai acara pembacaan manakib Syekh Abdul Qadir al Jilani.
Beranjak 300 meter ke sebelah barat masjid, acara manakib segera dimulai dengan membaca manakib bersama.
Tak kurang lebih dari 100 jamaah telah memadati mushola al Khairaat yang dibina Kyai Muhibin. Pada malam minggu ini juga dihadiri KH Abdul Ghafur Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Darussalam , Cipawon,Bukateja Kab Purbalingga Jawa Tengah.

KH Abdul Ghofur dalam kesempatan itu membuka dengan kisah yang mana di tempat banyak disebut orang sholeh maka turun keberkahan. Pembacaan manakib Syekh Abdul Qadir al Jilani merupakan orang yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT.

Melihat nasabnya Syaikh Abdul Qadir al Jilani, yang sampai kr Rasulullah SAW. Manskib Syaikh Abdul Qadir al Jilani secara syariat .Ini thoriqoh Syaikh Abdul Qadiriyah Jailani, yakni Thoriqah Naqsabandiyah wa Qadiriyah.
Kenapa. belum bai’at, karena harus Syariat. Thariqay, Hakikat sampai Makrifat. “Ibarat mencari intan dari pinggiran dahulu.” Dengan melaksanakan Thariqah Syaikh Abdul Qadir al Jilani secara Syariat. “Ibarat mau masuk ke laut, harus berenang di tepian dahulu.”

KH Abdul Ghofur lalu berkisah awal berdakwah di Cipawon, dimana awal berdakwah dengan tasawuf. “Kelihatan tidak doyan dunia, tapi itu ilmu untuk mendekat kepada Alloh SWT.”

Lalu KH Abdul Ghofur lalu mengisahkan tentang mengelola pondok pesantren dimana harus ada santri, kyai, pesantren dan masjid. Dilanjutkan dengan tingkatan thariqah ada latifun qulub, sampai latifun akhlaq.

Jamaah membawa bekal masing-masing. Selepas acara pembacaan manakib jamaah menikmati hidangan ala kampung halaman. Suasana guyup rukun, kebersamaan dan persatuan dibina dengan doa bersama.Aneka air dalam wadah terpesan doa agar kesehatan, kedamaian dan kesejahteraan tercurah dalam menatap hari-hari esok yang lebih cerah.

(Aji Setiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *