Kurangnya Pemahaman Hukum, Hingga Tak Bisa Menjelaskan Beda SKT dengan SK Menhumkam

PENAPERSATUAN – Beredarnya surat himbauan yang dikeluarkan oleh DPP Forkabi versi M. Ikhsan, pasca dilakukannya konferensi pers di Kantor DPP Forkabi pimpinan H. Abdul Ghoni banyak menuai tanggapan. Salah satunya adalah dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forkabi Jakarta Pusat, Purna Kustaman.

Menurut Purna Kustaman, pihak mereka masih mengatakan kalau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dengan Surat Keputusan (SK) Menhumkam itu kedudukannya sama.

“Sayangnya, dalam surat edaran tersebut tidak ditambahkan kalimat perbedaannya. Perbedaan nya adalah pada kaca mata hukum. Organisasi yagg ingin dikatakan sah secara hukum harus mendaftarkan organisasinya kepada Kementerian Hukum dan HAM,” jelas sosok yang akrab disapa Bang Pupung ini.

Dalam suratnya, lanjut Pupung, mereka bukan mencari menang tapi kebenaran. Sini saya kasih tau kebenaran yg sebenarnya. Mereka bicara SKT dan SK Menkumham dengan mengatakan mempunyai kedudukan yang sama. Tetapi jelas ada perbedaan nya.

Surat yang beredar paska konferensi pers yang dilakukan di DPP Forkabi pimpinan H. Abdul Ghoni

“Ada dua klasifikasi ormas di Indonesia;
1. Ormas yang berbadan hukum, yakni Yayasan dan Perkumpulan. Yang wajib terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM,
2. Ormas tidak berbadan hukum, baik berjenjang atau tidak, cukup didaftarkan di Kemendagri,” jelasnya.

Pupung melanjutkan, oleh karena itu ormas yg telah mendapatkan pengesahan badan hukum tidak memerlukan SKT. Ini yang dimaksud kebenaran. ‘Jadi kalau yang digugat dari awal SK Menkumham-nya, itu udah salah jalan,” terangnya.

Jadi, masih kata Pupung, setelah organisasi itu terdaftar di Kemenhumkam, maka keluarlah yang namanya SK Menkumham. Mereka memotong kalimatnya. Dan juga, upaya banding lanjutan kasasi adalah merupakan hak warga negara, termasuk M. Ikhsan.

“Silahkan saja lakukan upaya hukum lanjutan. Dan kita menyikapi hal tersebut sebagai hal yang biasa dan wajar. Hanya saja, di atas segala hukum, ada yang namanya norma norma hukum. Ada batas etis juga etika. Disini keliatan, mereka kurang baik dalam aspek pendidikan hukum terhadap anggotanya,” ungkap Pupung menutup pembicaraannya.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *