Pesan Bachtiar Chamsyah untuk Ketua Umum PPP Terpilih
PENA PERSATUAN – Merosotnya suara PPP dari pemilu ke pemilu, menjadi PR besar bagi Pimpinan Partai Ka’bah ini, PPP sedang terpuruk. Tentu banyak hal yang harus dilakukan untuk dapat kembali membesatrkan PPP. Menurut Bachtiar Chamsyah, tokoh senior PPP, PPP tidak usah memikirkan untuk mencapai target seperti tahun tahun 1972, 1973 atau masa saat dirinya duduk di DPR dulu yang mana PPP itu bisa mencapai sampai 99 kursi, hampir 100. Pada saat itu, memang kondisi memungkinkan untuk PPP. Karena memang pada saat itu, hanya ada tiga partai diparlemen.
“Mengapa orang pada saat itu suka dengan PPP? Karena pada saat itu PPP menempatkan dirinya sebagai partai yang mengkoreksi jalannya pemerintahan, type PPP itu adalah partai yang mengkoreksi, dalam bahasa politik disebut oposisi. Mendengar kata oposisi kita ga perlu alergi, oposisi atau ketidaksependapatan itu sekarang bisa saja dilakukan PPP asal disampaikan dengan santun. Masa masa itu PPP keras, saya masih ingat bagaimana pandangan-pandangan umum PPP, bahkan di sidang MPR pada kala itu, PPP cukup berani,” terang mantan anggota DPR RI itu.
Tapi, menurut Bachtiar, semua itu disampaikan dengan argumentatif dan tata bahasa yang santun, tidak kasar, semua orang setuju. Sulit menurutnya untuk dapat mengembalikan PPP seperti pada waktu itu, begitu reformasi semua berubah. Berubahnya suasana itu membuat banyak orang yang ingin mendirikan partai, dengan argumentasi seolah-olah aspirasi dia tidak bisa disalurkan lagi oleh PPP. Tapi dalam kondisi seperti itu PPP masih bisa bertahan, separah-parahnya PPP masih bisa 39 kursi, masih berada dikelas menengah, tapi kenapa sekarang ini menjadi 19 kursi, tentu hal inilah yang mesti dikoreksi oleh pemimpin PPP.
Menurut mantan Menteri Sosial jaman Mega juga SBY ini, hal pertama yang membuat merosotnya suara PPP adalah kebijakan DPP yang menurutnya salah besar. Konstituen PPP adalah kelompok ummat, sementara kebijakan-kebijakan yang dilakukan PPP sering bertentangan dengan ummat. “Sebagai pengurus, mesti tahu bahwa kebijakan-kebijakan yang seperti itu membuat luka pada pendukung PPP, bukan saja kejadian yang di Jakarta, di Sumatera Utara juga kita pilih lagi pilihan yang salah dalam pemilihan kepala daerah. Artinya kebijakan kita itu tidak tepat,” sesal Bachtiar.
Kedua, menurutnya PPP tidak punya kader lagi, pimpinan-pimpinan itu muncul dengan mendadak dengan tiba-tiba, Bachtiar juga mengatakan, banyak nama-nama dalam struktural beberapa tingkat di DPP yang baru muncul dan kurang dikenal oleh kalangan pengurus PPP ditingkat bawah.
Dengan banyaknya nama-nama baru, tentu orang-orang itu tidak begitu menjiwai idealisme dari PPP. Kalau idealisme itu tidak ada, tidak mungkin mereka akan berkorban. PPP ini partai ummat, masih kata Bachtiar, dirinya ingin yang menjadi Ketua Umum PPP itu, orang bisa membuka pintu rumahnya, saat tamu dari pimpinan wilayah juga cabang datang silaturahmi.
“Kalau sebagai pimpinan dirinya tertutup, sulit orang untuk menemui atau bertamu, itu merupakan tanda-tanda kehancuran PPP. Kalau pimpinan PPP itu bukan berasal dari kader, hal tersebut bisa saja terjadi. Mau saya kedepan, PPP tidak bisa seperti itu, PPP harus selektif dalam menentukan pemimpin juga pengurus DPP. Karena, hal itu akan berimplikasi juga terhadap PPP dalam memilih anggota DPR RI juga DPRD. Baru kemarin, misalnya, orang itu menjadi pengurus partai lain, eh hari ini dia pula yang merasa paling PPP,” ungkapnya serius.
Sementara yang ketiga, kelemahan PPP menurutnya ada pada anggota DPR RI, anggota DPR tidak mejadi etalase yang baik untuk partainya.Kalau ada kebijakan pemerintah, yang tidak menguntungkan ummat jangan dibela. “DPP harus membuat semacam garis, sebagai anggota DPR tuh harus seperti apa, batas mengkritiknya sampai dimana, jangan dilepas begitu saja. Jadikan partai ini sebagai alat perjuangan jangan jadikan partai ini menjadi alat mencari pekerjaan, berdosalah kita.”
Dirinya merasa, saatnya DPP harus berani mengambil perubahan-perubahan, PPP membutuhkan anggota DPR juga DPRD yang memang asli kader PPP, sehingga dia tau apa yang dia perjuangkan, jangan karena dia mantan bupati juga ada uang, lantas PPP langsung dukung, yang seperti ini, nanti kalau dia duduk lalu diam diam saja, kan sama aja tidak ada artinya itu untuk PPP.
Terakhir, ujar Bachtiar, masalah tingkah laku. Tingkah laku pemimpinPPP ini boleh saja bergaya millennial, tapi dalam ukuran tertentu. Karena bagaimanapun kita harus menarik simpati dari para pemilih pemula. Jika gaya mudanya itu berlebih-lebihan, maka nanti pemilih tradisional itu juga akan lari. dirinya merasa, jika ini dapat kita lakukan saya optimis PPP bisa bangkit.
(Fadiel)